Pembangunan ketahanan pangan
Saat ini Pemerintahan tampak memberi perhatian serius terhadap pembangunan ketahanan pangan. Peningkatan anggaran sebesar 30 % dari tahun lalu, memberi kesan kepada kita bahwa Pemerintah betul-betul ingin memperkokoh ketahanan pangan masyarakat. Hal ini senafas dengan semangat untuk melahirkan ketahanan pangan yang berkapasitas.
Di beberapa negara sahabat, tekanan untuk mengembangkan system
pangan dan pertanian yang berkapasitas, terekam cukup besar, terutama di tengah
fenomena globalisasi saat ini. Akan tetapi negara-negara lain di kawasan Asia, mampu memilah
secara baik, mana yang harus dilindungi dan mana yang didorong untuk bersaing
di pasar internasional.
Petani dan produsen beras di India dan Thailand memperoleh
dukungan penuh dari Pemerintah, minimal dalam akses pembiayaan dan kemudahan
dalam memanfaatkan dan mencari pasar-pasar baru di dunia internasional. Mereka juga cukup maju dan serius dalam memberi kemudahan untuk
pembangunan agroindustri, sehingga produk olahan sector pertanian, seperti
mangga kering, buah kering, dikemas dalam bentuk yang sangat menarik.
Ketahanan pangan sendiri, terutama bila merujuk kepada Undang
Undang Pangan No. 18 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Ketahanan
Pangan No. 17 Tahun 2015, secara luas seringkali diterjemahkan sebagai
kemampuan untuk memenuhi kecukupan pangan masyarakat (tingkat rumah tangga)
dari waktu ke waktu dan harganya terjangkau oleh masyarakat. Kecukupan pangan
dalam hal ini mencakup segi kuantitas dan kualitas, baik dari sisi produksi,
distribusi dan konsumsi.
Terwujudnya system ketahanan pangan tersebut akan tercermin antara
lain dari ketersediaan pangan yang cukup setiap saat dan harganya terjangkau
oleh daya beli masyarakatnya serta terwujudnya diversifikasi pangan, termasuk
di dalamnya penganeka-ragaman menu makanan masyarakat, baik dari sisi produksi
maupun konsumsi. Oleh karena itu, pembangunan di bidang pangan, senantiasa akan
diarahkan pada upaya pencapaian swasembada pangan, yang tidak hanya
berorientasi pada komoditas beras semata, namun didukung pula oleh jenis-jenis
komoditas pangan lainnya, seperti palawija, hortikultura dan lain sebagainya.
Konsep ketahanan pangan sendiri dapat diperlihatkan dengan
mencakup tiga aspek pokok, yaitu ketersediaan pangan, stabilitas penyediaan
bahan pangan dan akses individu dan/atau rumah tangga untuk memperoleh bahan
pangan.
Dengan demikian, untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan sebenarnya dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
pertama adalah peningkatan swasembada pangan yang multi komoditas;
kedua, peningkatan efektipitas dan efesiensi distribusi pangan;
ketiga, peningkatan daya beli masyarakat;
keempat, peningkatan kemampuan penyediaan pangan, baik mutu,
jumlah dan ragamnya;
kelima, peningkatan kemampuan penyediaan cadangan pangan
keenam, peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pangan dan gizi.
Upaya-upaya tersebut diatas ditentukan oleh kemampuan mewujudkan diversifikasi pangan, baik dari sisi produksi maupun sisi konsumsi, dan efesiensi kinerja komponen-komponen system ketahanan pangan, sejak dari produksi, distribusi dan pemasaran bahan pangan.
Sedangkan aksesibilitas konsumen terhadap pangan, dalam hal ini lebih diartikan sebagai kemampuan untuk memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah, mutu dan keragamannya guna memenuhi kebutuhan pangan dan gizinya. Kemampuan tersebut, tentu saja sangat dipengaruhi oleh factor social-ekonomi dan kondisi geografis. Kendati pun begitu, hingga saat ini, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ketersediaan pangan di masyarakat, belum menjamin tercapainya ketahanan pangan keluarga maupun kecukupan gizi yang diharapkan, mengingat daya beli masyrakat dari sisi ekonomi yang masih rendah dan seringkali melahirkan suasana rawan pangan di tengah-tengah kehidupan masyarakat.